Jakarta - Bisnis mebel / mebel dan kerajinan tangan benar-benar bebas dari prasyarat wajib Verifikasi Kayu dan
Legalitas Sistem (SVLK) alias kayu 'halal'. Sebaliknya, furnitur dan kayu IKM diwajibkan untuk mendapatkan Deklarasi Kesesuaian
semua dokumen Supply / DKP yang disusun dari Kementerian Keuangan. DKP ini membantu pengusaha mebel dan kayu mendapatkan ekspor
akses melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). "Sesegera mungkin, Nanti di tembolok Menteri Perdagangan
(Menteri Perdagangan), "kata Soenoto, Ketua Asosiasi Kerajinan dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) Soenoto mengatakan bahwa
Ia bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) siang ini di Istana, Jakarta. Kayu dan furniture IKM terasa berat dengan semua
biaya pengelolaan SVLK mencapai Rp 20-30 juta. Prosedur penatalayanan sangat rumit dan sangat sulit untuk dikeluhkan
untuk mebel dan kayu IKM. Keberatan yang diajukan diajukan oleh Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia
(AMKRI). Soenoto melaporkan ketentuan SVLK akan berlaku ke pasar kayu hulu. Pelaku furnitur dan
kerajinan tangan sebagai bisnis hilir, tidak perlu membuat SVLK. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kementerian Perdagangan), Kementerian Perhubungan
Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Kementerian Perindustrian telah menyepakati penyediaan industri kayu kecil dan menengah (IKM)
tidak perlu membuat SVLK. Hal ini terkait dengan SLVK wajib mulai berlaku 1 Januari 2015. UKM adalah kayu dan furnitur
industri dengan laba bersih Rp 50-500 juta per medium dan tahun industri kayu dan mebel dengan pendapatan antara Rp
500 juta dan Rp 10 miliar per tahun. Dia menyatakan keputusan ini adalah hasil pertemuannya dengan Presiden Jokowi ini
masalah. Selama SLVK ini dianggap bisa menghambat pelaku karya seni dan kerajinan. Di awal ketentuan SVLK untuk
Produk kayu Indonesia bisa menembus ekonomi Eropa terkait dengan persyaratan ketat.Baca juga: harga plakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar